Melahirkan Spontan dan Sectio, Mana Yang Lebih Sakit?
Beberapa hari
lalu, netizen dihebohkan dengan status seorang ibu yang mengatakan jika perempuan
yang melahirkan secara spontan atau normal adalah Ibu yang sempurna. Begitu
juga sebaliknya, Ibu yang melahirkan secara caesar atau operasi adalah ibu yang
tidak sempurna. Tak pelak lagi, pernyataan si Ibu ini melalui status facebook langsung
menuai protes dari seluruh Ibu-Ibu pengguna sosial media, disreenshoot dan
dibagikan berkali-kali. Tersinggung, iya dong kerana tidak terima dikatakan
tidak sempurna. Termasuk saya, ha ha. Hallo ibu Ismi … situ sehat.?
Jika Ibu yang
melahirkan secara caesar adalah Ibu yang tidak sempurna, lalu bagaimana dengan Ibu
yang melahirkan spontan, diam-diam, trus bayinya dibungkus dan buang ke tong
sampah atau dimasukkan kedalam lemari es. Apa itu bagian dari Ibu yang
sempurna.? Saya pikir, kebanyakan para Ibu tidak ada yang ingin melahirkan
melalui jalan pembedahan dirahim. Pasti semuanya ingin dengan cara normal,
disamping biaya operasi yang cukup besar ditambah pula resiko yang harus
dtanggug si Ibu pasca pembedahan karena pemulihannya bisa sampai
bertahun-tahun.
Naluri saya
untuk menulispun semakin tidak terbendung, karena saya mengalami yang namanya
melahirkan secara Sectio, bukan hanya, sekali atau dua melainkan tiga kali operasi caesar dalam rentang waktu kurang dari
lima tahun.
Hal ini
berawal, saat melahirkan anak pertama. Saya selalu ingat cerita almarhum Ibu,
bahwa kami adik beradik semua dilahirkan di rumah sakit, dengan alasan, jika
terjadi kemungkinan yang tidak diinginkan maka, akan cepat mendapatkan
pertolongan. Mengingat pesan alm Ibu, pada tengah malam Ramadhan tahun 2008
seminggu menjelang Idul Fitri, saya mulai merasakan kontraksi dan mulas. Karena
belum pernah ada pengalaman sebelumnya. Bersama suami, saya langsung dibawa ke
RS AL Tanjungpinang. Saat bidan memeriksa bukaan dalam, ternyata masih bukaan
satu. Kontraksi datang berkali-kali disertai mulas hingga tengah malam. Pada
bukaan lima saja sakitnya sudah luar biasa. Namun ternyata di tunggu hingga
pagi, gerakan kontraksi melemah. Dokter segera menawarkan tindakan operasi,
karena kuatir jabang bayi terminum air
ketuban, disamping itu juga fisik saya yang sudah mulai kelelahan.
Akhirnya saya
harus pasrah, untuk dilakukan tindakan operasi. Kuatir pasti iya, sebab ini bukan
kali pertama. Semasa kuliah dulu, dua kali saya pernah dioperasi, appendectomy
atau operasi usus buntu dan mengambillan tumor jinak dipayudara FAM
Fibroadenoma Mammae. Pertanyaannya, apa saya sengaja melahirkan secara
caesar.??
Cerita tentang
ceasar tidak hanya sampai disini. Saat usia si Sulung delapan bulan, Allah
kembali menitipkan ruh kedalam rahim saya. Pada kehamilan 12 minggu, kami
berangkat ke Malaysia. Saat itu suami mengajar disebuah pondok pesantren di
Hululangat, Sungai Tangkas Selangor. Dengan hati bimbang, sebenarnya saya ingin
melahirkan pulang ke Tanjungpinang. Namun, setelah dicek biaya melahirkan,
rupanya lebih murah melahirkan di negeri jiran ini. Pelayanan kesehatan disana sangat
mementingkan pasien, termasuk pasiean dengan pemegang pasport atau bukan warga
negara seperti saya.
Setelah usia
kandungan 7 bulan, oleh pihak klinik saya diharuskan melakukan kontrol setiap
sekali dalam dua minggu. Jika tidak datang maka pihak klinik akan menghubungi
dan bertanya mengapa tidak kontrol keklinik. Setiap kontrol, saya harus
melakukan test labor, berupa pemeriksaan urien dan cek Hb darah. Ini penting
untuk mengetahui, kadar gula didalam darah dan hemoglobin. Pada usia kandungan
34 minggu, oleh dokter klinik saya dirujuk dan mesti kontrol kehamilan di
Hospital Putra jaya, sebuah rumah sakit milik kerajaan yang terletak dikawasan
Putrajaya. Karena melahirkan nanti harus di Hospital tersebut dan akan
ditangani oleh dokter ahli.
Ketika kontrol
dengan dokter ahli, para dokter disana terbuka dengan pasien dan malah banyak
bertanya dengan pertanyaan mendetail, seperti : mengapa anak pertama caesar, berapa berat si bayi saat lahir, berapa lama di RS saat lahiran anak pertama
dll. Anehnya, para dokter tersebut tidak mau langsung mengambil tindakan
operasi kepada saya. Mereka masih mengusahakan agar lahiran secara normal
dengan memikirkan resiko-resiko pasca operasi. Dengan catatan berat bayi tidak
boleh lebih dari tiga kilogram. Saya di anjurkan untuk menunggu sampai waktunya
lahir.
Setelah
ditunggu hingga 40 minggu, jabang bayi tak kunjung bergerak mencari jalan
lahir. Perut sudah merasa tak nyaman.
Sayapun sudah merasakan sakit diperut bagian bawah namun tak ada tanda-tanda
kontraksi. Saya dibawa kerumah sakit.
Seingat saya saat itu ditahun 2010 , selepas dzuhur saya cek darah dan jam dua
siang waktu Malaysia anak saya kedua lahir, lagi-lagi dengan tindakan Sectio. Berbeda
dengan operasi sebelumnya yang di tunggui banyak family. Saat itu hanya saya
berdua dengan suami, ada Ibu mertua menjaga sisulung dirumah sewa kami.
Operasi hanya
berlangsung selama satu jam. Saat saya dipindahkan keruangan pemulihan, saya
mulai bisa menggerak-gerakkan jari kaki. Kerena telah berpengalaman operasi sebelumnya,
saya menyadari efek bius yang mulai habis. Ketika dipindahkan keruangan
perawatan efek obat bius sudah habis. Saya merasakan sakitnya sayatan luka
operasi. Pedih dan perih, berbeda dengan RS di Indonesia, keluarga pasien boleh
menunggui 24 jam. Di Hospital ini,
keluarga hanya bisa menjenguk pada waktu-waktu yang telah ditentukan. Di bangsal
pasien, saya hanya sendiri menangis, terisak-isak merasakan pedih dan perihnya
luka operasi.
Namun dibalik
itu ada catatan penting yang perlu digaris bawahi. Dokter disana, selalu
bertanya secara mendetail kepada pasiean tentang berbagai keluhan yang
dirasakan. Membatasi jam berkunjung agar, pasien bisa tenang, nyaman dan tidak
merasakan suara berisik. Terakhir, saat saya akan pulang, ada tiga lapis
penjagaan ketat dalam pemeriksaan dokumen pasien. Ruangan bersalin Full Ac dan
tidak sembarangan orang yang bisa masuk. Sebelum pulang, saya dan suami
menandatangani berkas dokumen : Buku yang akan diserahkan keklinik, dokumen
untuk mengurus surat keterangan lahir di kantor pentadbiran, surat keterangan
rincian tindakan selama operasi berlangsung dan surat gugatan, jika terjadi mal
praktek.
Melewati pos
penjaga, security memeriksa kelengkapan dokumen kami dan menscan gelang pasien
yang ada ditangan saya dan menyamakan dengan gelang yang ada ditangan bayi
saya. Penjagaan yang ketat, meminimalisir penculikan bayi. Begitulah kisah
preses saya melahirkan anak kedua di Negeri jiran.
Lanjut anak ketiga,
dua tahun setelah itu, saya hamil anak ketiga. Sudah ditanya tiga dokter, maka anak ketiga ini lahir harus dengan
tindakan operasi. Tahun 2013 Saya memilih untuk melahirkan di RSU Daerah
Provinsi Kepri, ditangani oleh dokter Defri SpOG. Tidak seperti persalinan
sebelumnya, persalinan kali ini saya agak lebih rileks. Ada keluarga yang
menunggu 24 jam, dokter yang santai dan ramah membuat saya melupakan trauma
operasi sebelumnya. Pada saat pembedahan berlangsung, Dokter anastesy selalu
bertanya, sesak nafas atau tidak, dan selalu membisiki “zikir ya bu, zikir ya bu”.
Efek obat bius yang lama membuat saya tidak terlalu merasakan perihnya luka
operasi. Alhamdulilah, ceasar ketiga kalinya ini tidak mengalami kendala,
bahkan sambil bercanda, Dokter katakan “Ibuk masih bisa kok nambah satu lagi”.
Whaattttt …
Dari cerita
saya tadi, tentang sakit atau tidaknya melahirkan normal maupun caesar,
masing-masing merasakan sakit di tempat yang berbeda. Seperti cerita teman saya
yang melahirkan normal, sakitnya luar biasa, ditambah lagi vagina yang disobek bu
Bidan jika bayinya besar, kemudian dijahit lagi tanpa dibius. Mendengar cerita
itu saya jadi ngilu. Namun, ibu yang melahirkan secara ceasar juga akan
merasakan sakit pada saat jarum sebesar paku menusuk punggung untuk dibius, yang
sebelumnya juga merasakan mulas oleh suntikan perangsang kontraksi. Belum lagi,
pemasangan keteter di saluran pipis, juga tak kalah sakit. Serta pemulihan
pasca operasi yang akan berlangsung lama.
Sejatinya
tidak ada manusia yang sempurna, karena kesempurnaan hanya milik Allah.
Kesempurnaan seorang Ibu tidak bisa diukur hanya dengan normal atau caesar.
Namun bagaimana nantinya si Ibu bisa mendidik dan menghasilkan anak-anak yang
memiliki kepribadian yang tangguh, memiliki kepekaan sosial yang tinggi, suka
menolong dan yang terpenting memiliki akhl
Catatan Rahayu
Asda (seorang Ibu
yang pernah 3x caesar dalam waktu kurang dari lima tahun)
5 komentar
Salut, Mbak Rahayu..3x sesar dalam 5 tahun! Oh ya, saya setuju..sectio sabagai pilihan terakhir yang diambil untuk keselamatan nyawa bayi dan ibu. Saya sendiri 2 kali persalinan spontan dan sekali sectio. Jadi tahu perbedaan rasa sakitnya. Semua ada ceritanya sendiri, enak maupun nggak enaknya :D . Jadi, yang terpenting bukan proses persalinannya, tetapi bagaimana kita sebagai orang tua bisa membesarkan dan mendidik anak, hingga nantinya jadi insan yang bertakwa dan bermanfaat bagi sesama. Terima kasih sudah berbagi cerita ya, Mbak :)
ReplyDeletePermisi gaann... Numpang lewat !!!
ReplyDeletetoko WULAN menjual berbagi jenis obat PENENANG atau DEPRESI gaannn, Silahkan kunjungi di blogger https://wulanzolam.blogspot.co.id, Untuk lebih lanjut mengenai menu dan daftar harga invite aja pin BB 2840C94F operator kami. Dijamin ok dan memuaskan
Permisi gaann... Numpang lewat !!!
ReplyDeletetoko WULAN menjual berbagi jenis obat PENENANG atau DEPRESI gaannn, Silahkan kunjungi di blogger https://wulanzolam.blogspot.co.id, Untuk lebih lanjut mengenai menu dan daftar harga invite aja pin BB 2840C94F operator kami. Dijamin ok dan memuaskan
Permisi gaann... Numpang lewat !!!
ReplyDeletetoko WULAN menjual berbagi jenis obat PENENANG atau DEPRESI gaannn, Silahkan kunjungi di blogger https://wulanzolam.blogspot.co.id, Untuk lebih lanjut mengenai menu dan daftar harga invite aja pin BB 2840C94F operator kami. Dijamin ok dan memuaskan
Salam kenal mba, di tanjung pinang apakah ada dokter spog perempuan?Terimakasih infonya 😊
ReplyDeleteTerima Kasih Atas Kunjungannya