Menyambung cerita saya kemaren
tentang anggapan kesuksesan bagi kebanyakan orang. Bahwa sukses itu adalah
ketika bisa duduk dibelakang meja, memakai baju kemeja mahal plus berdasi atau
blazzer bagi wanita dengan mendapat gaji setiap bulannya. Barangkali itu adalah
impian dari semua mahasiswa, termasuk saya pada saat itu. Bersungguh-sunguh
kuliah, mendapatkan nilai bagus, lalu diterima diperusahaan atau lolos seleksi
CPNS kemudian bekerja sesuai dengan bidang keahlian.
Namun
apa jadinya jika kenyataan tidak sesuai harapan. Bahwa yang sebenarnya adalah
sulitnya lapangan pekerjaan di negara kita, hanya mengandalkan selembar ijazah
namun minim skill hingga petantang-petenteng membawa ijazah kesana kemari untuk
melamar pekerjaan. Sedikitnya lapangan pekerjaan membuat tingkat pengangguran
semakin tinggi. Akhirnya banyak yang frustasi hingga terlintas sebuah anggapan “buat
apa kuliah jika pada akirnya hanya menjadi kulli bangunan atau buat apa kuliah
jika pada akhirnya hanya dirumah saja”.
Jika
kejadiannya sudah seperti itu, siapa yang mesti disalahkan?? Apa orang tua yang
dulu hanya mendidik untuk belajar, belajar yang tekun tak usah pikirkan biaya
dll, atau kitanya yang kurang kreatif untuk mengembangkan skill yang dimiliki.
Banyak wanita lulusan sarjana akhirnya terbentur persoalan anak hingga memilih
berdamai dengan kenyataan dan memilih untuk dirumah dengan mengesampingkan
egonya untuk berkarier. Selembar ijazah
dengan IPK diatas 3 setengah, lama kelamaan tidak ada artinya jika tidak ada
skill dalam diri. Sulitnya lapangan pekerjaan atau kodratnya perempuan adalah
dirumah membuat pentingnya seseorang untuk berkarya dengan terus mengasah skill
yang dimiliki.
Mari
kita belajar dari pengalaman, jika dahulu orangtua kita mengajarkan hal seperti
itu hanya untuk tekun belajar tanpa mengasah skill, berdamailah dengan keadaan
sebelum usia menjelang 40 tahunan teruslah mengasah skill yang dimiliki,
carilah passion yang sesuai dengan diri dan teruslah mengasah passion tersebut
hingga menghasilkan. Kemudian arahkan anak sedari dini untuk bekaryaa, berwira
usaha khususnya anak perempuan. Seperti mengajari masak, menjahit, menulis dan
lain-lain, agar suatu waktu jika takdir anak gadis kita nantinya berada dirumah
dia telah siap dengan skill yang dimiliknya.Karena, memasuki era digital,
banyak pekerjaan yang tak perlu kantor, atau dengan di rumah saja, namun tetap
menghasilkan
photo : pixbay
Baca juga : Bunda Ajarkan anakmu untuk Berkarya (Part 1)