WAHAI AYAH, APA YANG KAU AJARKAN KEPADA ANAKMU.
“ ummi, masak
disekolah kami, jadwal Sholat Zahur di tentukan perkelas, jadi kalau pas kelas
kami nggak kena jadwal sholat, jadi kami nggak sholat zuhur ummi”,
lalu lanjutnya lagi
“jadi,
guru-guru di sekolah yang nanggung dosa kami ngga sholat”.
“Kan, bisa sholat pas pulang sekolah” jawab
saya menjelaskan.
Belum lagi, ada yang tiba-tiba
datang sambil menangis, setelah di pujuk barulah mau bercerita, kalau sebentar
tadi dimarahi ibunya lantaran bermain lupa
waktu. Yah, begitulah persoalan anak-anak tak jauh-jauh dari persoalan teman,
sekolah dan orangtua. Tapi, tidak untuk cerita yang satu ini.
Sebut saja namanya Udin, si Udin
adalah seorang anak remaja yang baru
duduk di bangku kelas satu SMP. Tidak sampai sebulan dia mengaji dengan saya.
Saya melihat ada potensi kebaikan pada dirinya jika diarahkan. Dia memiliki
suara yang bagus, saat mengumandangkan adzan, suaranya merdu. Walaupun bacaan
Al qur’an belum begitu lancar, namun irama muratal qur’annya sangat bagus. Kelancaraan
mengaji hanya butuh pembiasaan. Tapi, jarangnya
datang mengaji, kemudian tidak pernah lagi datang untuk mengaji, akhirnya saya
menyimpulkan akan lemahnya pengawasan orangtua. Seorang anak boleh-boleh saja
di berikan smartphone, namun untuk urusan penekanan belajar Al Qur’an tetap harus
dinomorsatukan.
Maka datanglah berbagai laporan
negatif tentangnya. Hafizah, anak sulung saya pernah mengadu, jika dia melihat
Bang Udin panggilannya, minum ale-ale pada siang Ramadhan. Ditambah lagi anak-anak yang
lain juga mengadu, jika si Udin memang
suka mengumandangkan adzan dimasjid, kemudian lari keluar saat jamaah lain
menunaikan sholat. Pada saat kenaikan kelas, ternyata Udin tidak naik
kelas. Seorang anak pada usia sekolah
dasar adalah hal lumrah jika tidak naik kelas, bisa saja kaena tidak menguasai
materi pelajaran. Namun untuk sekelas anak SMP, tidak naik kelas bukanlah
karena badoh, tapi ada sikap dan prilakunya yang membuat ia pantas untuk tidak
naik kelas. (kalau bahasa disini degil lah istilahnya).
Si Udin bukan berasal dari
keluarga tak berpunya, ayahnya adalah seorang pejabat. Begitu menurut informasi
anak-anak, saya tidak pernah ketemu dengan ibunya, sebab saat daftar mengaji,
Ibu nya tidak pernah datang menemui saya, bahkan formulir yang semestinya di
isi juga tidak diserahkan kesaya lagi. Akhirna mucullah berita dari anak-anak
lagi, kalau Udin pindah sekolah dan bisa naik ke kelas dua. “Lho kok bisa” jawab saya.
“Ia ummi, Bapak
nya Udin nyogok sekolahnya agar bisa naik kelas dan harus dipindahkan, tante
nya si Udinkan Anggota Dewan ummi” Jawab si Anak yang memberikan informasi
kepada saya.
Nyogok berarti suap, suap berarti kolusi alias KKN. Mudah
saja bagi orang tua mnyelesaikan persoalan anak, tidak naik kelas, menyogok
sekolah agar bisa naik kelas. Bukannya malah memberikan hukuman kepada anak
dengan tetap tidak menaiikan kelas, agar anak bisa berpikir tentang kesalahan -kesalahan
dan mengambil pelajaran di balik itu, tapi ini jusrtu menyogok pihak sekolah. Pantas
saja negera ini tidak pernah keluar dari kemelut KKN, karena sedari kecil anak
sudah dicecoki dengan racun sogok menyogok.
Cerita soal sogok ini, bukan
sekali dua kali saya dengar. Melainkan sering apalagi ketika masuknya tahun
ajaran baru. Merupakan hal yang telah lumrah yang terjadi di Kota ini. Dari zaman saya SMP saya sering dengar orang –
orang berbicara tanpa beban, nggak lulus masuk kesekolah favorit karena nilai
tidak cukup. Tinggal sogok pihak sekolah tujuan urusan beres. Saat belanja di
warung juga, saya dengar seorang ibu berbicara tanpa beban, hanya mengeluarkan
uang satu juta, agar anaknya di terima di sekolah negeri. Bahkan ada pula
karena umur yang belum cukup untuk masuk SD,
orang tua rela menyogok pihak sekolah agar diterima masuk SD, ini saya
dengar sendiri dari orang tua yang bersangkutan (Sebab anaknya itu sekalas dengan anak saya di SD, pintar memang anaknya,
juara berturut – turut lagi dua semester, tapi sayang masuk sekolahnya nyogok
karena belum cukup umur).
Sungguh, sejak kecil anak-anak
kita telah dirusak oleh ambisi orangtuanya sendiri. Ambisi yang salah kaprah,
sehingga menyebabkan pendidikan anak tak bakalan berkah. Karena diawal orangtua
telah salah langkah, dengan berkongsi
dosa bersama pihak sekolah.
Padahal dalam hadist : Diriwayatkan dari Abdullah bin
Amr radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam
melaknat orang yang memberi suap dan yang menerima suap (HR. Abu Daud).
Juga dalam UU Tipikor pasal 5 tentang pemberi dan penerima gratifikasi (sogok
menyogok) dipenjarakan paling cepat 1 tahun (satu) dan paling lama (lima) 5
tahun.
15 komentar
Duh sayang kalau anak yang seharusnya bisa jadi lebih baik jadi rusak karena orang tuanya
ReplyDeletebanyak kasus yang begitu disini mba
DeleteSayang amat anaknya jadi tidak terkendali
ReplyDeleteSayang amat anaknya jadi tidak terkendali
ReplyDeletekemaksiatan mulai dianggap lumrah ya mbak, pada gak malu cerita habis nyogok sekolah.... :(
ReplyDeletenah, itu yang bikin negara kita ngga bisa lepas dari kata KKn
DeleteIya, sering nih kasus sogok menyogok di sekolah
ReplyDeleteSogok menyogok,budaya jelek yang harus dihilangkan di negeri ini ya... agar generasi muda bisa menjadi generasi yang cemerlang dan berguna bagi bangsa
ReplyDeleteiya mba nurul, makanya negara kita tak pernah bisa lepas dari yang namanya KKN
DeleteWah kalau di hinterland masih ada dispensasi mbak Ayu, karena kalau mau pas 7 tahun sekolah2 malah kekurangan murid.
ReplyDeletedi sekolah yang kekurangan murd\id mungkin tidak ada kasus yang se[erti itu kak nisa, kebetulan kami pas pindahan kea arab bt 9, tanjungpinang timur banyak yang migrasi kesana namun sekolahnya kurang, makanya sering over kuota, yang ngga bisa di terima jadilah sogok
DeleteKalau di Jakarta yang banyak anak(yang sebenrnya tinggal di luar Jkt) dilimpahkan ke Kartu Keluarga kerabat yang berdomisili Jakarta agar bisa diterima di sekolah negeri di Jakarta yang gratis SD sampai SMA. Anak+ortu pun bangga saat cerita. Miris saya dengarnya...sejak kecil sudah diajari bohong/nilep data, apa jadinya nanti saat dewasa :(
ReplyDeletenah itu dia mba dian
Deletesalam kenal mbak,baru kali ini saya mampir di blog mbak. suka sama tulisan mbak :)
ReplyDeletesama sama mba dini, salam kenal juha :-)
DeleteTerima Kasih Atas Kunjungannya