MERINDUI MASJID YANG MENJAGA AURAT WANITA
Images : www.tripadvisor.co.id |
Sejak menimba ilmu di MAPK Koto Baru
Padangpanjang tahun 1999, banyak hal yang saya dapati dan saya pelajari
menyangkut persoalan Agama. Disamping belajar tentang kemandirian juga arti persauadaraan. Berkat bantuan Abang
yang saat itu kuliah di UNAND, setamat
Madrasah Tsanawiyah Tanjungpinang saya di daftarkan di MAN Koto Baru
Padangpanjang, mengambil program khusus Keagamaan yang lebih di kenal dengan
MAPK dengan alasan, khusus siswa/siswi MAPK wajib tinggal di asrama.
Mondoknya
saya di asrama saat itu, sungguh membawa perubahan besar dalam hidup saya. Soal
kemandirian itu sudah pasti, sebab dengan tinggal di asrama berarti jauh dari
keluarga dan orangtua, apalagi saya yang berasal dari Kepulauan Riau hanya bisa
pulang setahun sekali pada libur Ramadhan. Karena jauh dari keluarga, mau tidak
mau teman-teman dan seniorlah yang di jadikan saudara, sebagai tempat mengadu, berkeluh kesah, tawa dan
gembira. Namun, yang paling penting dari
semua itu, adalah adanya perubahan besar dalam diri saya, dari segi spiritual.
Bahasa kami
anak asrama saat itu, “hijrah” , dari zaman jahiliyah. Ya, zaman
jahilayah versi saya. Karena masa itu, saya baru mengenal arti aurat
sesungguhnya. Apa saja yang boleh tampak dan tidak tampak oleh laki-laki yang
bukan mahram kita. Termasuk juga pembiasaan untuk sholat lima waktu dan tepat
waktu, pembiasaaan tilawah qur’an sehabis sholat dan beralih mengkonsumsi
majalah dan buku Islami.
Jika hari Minggu
atau hari libur, kami sering menghabiskan waktu ke pasar ateh Bukittinggi ataupun
Padangpanjang untuk sekedar cuci mata. Tempat favorit kami, adalah berlama-lama
di mesjid raya pasar ateh Bukik Tinggi. Sebuah mesjid besar yang terletak di pasar
Ateh Bukittinggi. Saat akan melaksanakan
sholat dan mengambil wudhu, mesjid ini memisahkan tempat wudhu laki-laki dan
perempuan dalam artian tidak Nampak, sebab hingga saat ini saya tidak tahu
tempat whudu’ laki-laki di sebelah mana. Setelah menitipkan sandal, kami
melewati samping kiri masjid, turun kebawah menuju tempat wudhu wanita. Tempat whudu
wanita cukup besar, air sejuk mengalir di sepanjang tangga. Jadi, selesai
wudhu, kita tidak lagi keluar, namun langsung naik tangga menuju tempat sholat
wanita yang tertutup rapat dari pandangan laki-laki. Sepanjang tangga menuju
tempat sholat di aliri air sejuk yang mengalir, guna menjaga kaki terkena najis
setelah selesai berwudhu.
Pengalaman
sholat di Mesjid raya Bukttinggi yang masih berkesan oleh saya setelah sepuluh tahun
meninggalkan Sumatera Barat. Berkesan, sebab mesjid ini sangat menjaga kesucian
dan aurat wanita. Karena saat berwudhu tentu, kita sebagai seorang muslimah
akan melepaskan jilbab/penutup kepala hingga ke tempat sholat.
Hingga saat
ini, beberapa kali saya melakukan perjalanan : Pekanbaru, Medan, Jakarta,
Bogor, dan sering menyebarang ke Pualu Batam
dengan roro via Tanjunguban, ketika terdengar adzan kami langsung berhenti
untuk melaksanakan sholat. Belum ada satupun masjid, yang benar-benar menjaga
aurat wanita, dari tempat wudhu hingga ketempat sholat wanita. Jauh nya jarak
dari tempat wudhu hingga ketempat sholat , membuat saya harus memakai kaos kami
kembali. Seperti Masjid yang termegah di
Kota Batam dengan desain arsitektur nya yang bagus. Fasilitas tempat wudhunya bersih serta cleaning service yang setiap
waktu membersihkan toilet masjid. Tempat wudhu nya tertutup. Tapi sangat
disayangkan, setelah selesai wudhu saya harus melewati shaf laki-laki untuk
menuju shaf wanita dengan jarak limapulluh meter menuju shaf wanita. Mengingat
hal itu saya jadi terkenang lagi, sebuah masjid besar di Pulau Dompak, dimana
tepat di pintu tempat wudhu wanita, ada tempat duduk penjaga/satpam yang di
fasilitas televisi, jadi setiap akan berwudhu kami harus melewati bapak-bapak satpam
yang lagi menonotn televisi.
Dari kesemua
itu, yang membuat saya ingin menuliskan ini, karena beberapa hari lalu, saya
bersama suami ada keperluan keluar. Saat di penjalanan berkumandang adzan Ashar
dan kami berhenti untuk sholat pada sebuah masjid di jalan Haji Ungar. Sebuah
masjid yang bersih, luas dan nyaman. Namun ada sedikit kecewa dalam hati saya.
Tempat whudu perempuan yang terbuka lebar hanya berpintukan terali dengan toilet
yang sempit. Tempat whudu wanita tersebut berhadapan di pintu masuk sebelah
kiri masjid tempat jemaah laki-laki lalu-lalang. Karena posisi tempat wudhu
laki-laki bersebelahan setelah tempat wudhu wanita. Sungguh saya merasa sangat
risih saat itu, jika harus berwudhu dengan membuka jilbab.
Lagi-lagi,
jika akan sholat di luar saya selalu terkenang denga masjid raya Bukittinggi.
Sebuah masjid besar, sejuk, bersih dan sangat menjaga aurat wanita. Semoga,
suatu saat jika saya melakukan perjalanan kembali di bumi Allah yang lain, saya
masih menemukan sebuah masjid yang masih menjaga aurat wanita.
Tanjungpinang,
malam ke 18 Ramadhan 1438 H
#Catatan Emak
Bloger yang lagi sakit gigi
1 komentar
Masya Allah.. semoga banyak para pemuda/ pemudi yang hatinya selalu terpaut dengan masjid :)
ReplyDeleteTerima Kasih Atas Kunjungannya