Secercah Harapan Anak Negeri Pinggiran Hutan

by - November 25, 2020


  “Nyambung kemana sekolah”
          Anak itu hanya menggeleng, tanda tak melanjutkan sekolah lagi.
          “Ngapa tak sekolah? Tanya Saya sedikit mendesak, bukankah sekolah saat ini gratis dan tak ada alasan untuk tidak bersekolah. 
    
        Lagi – lagi dia hanya menggeleng, sebagai jawaban atas keenggananya melanjutkan sekolahnya ke sekolah menengah pertama. Saya tahu dia tidak bersekolah bukan lantaran karena biaya. Andri namanya, saya kenal dengannya lantaran dia ikut membantu suami membersihkan ladang kami. Jika tidak ikut kerja diladang, kadang dia ikut ke hutan bersama warga sekitar untuk mencari emas. Ada puluhan anak-anak di kampung ini yang memilih takdir senasip dengan Andri. Tidak bersekolah bukan karena biaya, melainkan ketidaktahuan mereka akan pentingnya menuntut ilmu. 


Gambar : koleksi pribadi

Perkenalkan, Saya Rahayu Asda, seorang guru pada salah satu Pondok Pesantren di daerah pelosok Sumatera Barat.  Awal tahun kemarin, Saya menerima tawaran untuk mengajar disini. Pernah merasa ragu untuk menerima tawaran tersebut, jangankan akses internet, untuk menelpon saja sinyal seluler tidak ada sama sekali. Saya harus menempuh perjalanan delapan kilometer keluar kampung untuk bisa menikmati koneksi internet yang lancar.

Hati nurani Saya tergerak, sekolah ini kekurangan guru. Tak ada yang mau tinggal di kampung yang tak bersinyal sementara revolusi industri saja sudah era 4.0. Era digital dimana segala sesuatu bisa di kontrol dengan sebuah alat yang bernama smartphone. Saya merasa seperti hidup di zaman batu, tak bisa menghubungi siapapun, apalagi di rumah kami juga tidak ada televisi. Kampung ini tidak ada sinyal seluler lantaran berada di lembah-lembah bukit barisan dan berada di pinggiran hutan. Untuk sampai ke kampung ini mesti melewati jalan berliku dihiasi oleh tebing dan jurang. 

Sembilan puluh sembilan persen masyarakat disini adalah petani. Mengapa saya katakan 99% adalah petani, sebab ada warga yang bekerja sebagai guru juga mempunyai ladang untuk bercocok tanam, ada yang polisi juga begitu. Oleh sebab itu, anak-anak disini sedari sekolah sudah di ajak keladang oleh orang tua mereka. Hingga mereka berpikir buat apa sekolah, toh akhirnya nanti juga akan keladang atau kesawah. Makanya angka putus sekolah disini sangat tinggi.

Contoh dekatnya, di pesantren tempat saya mengajar saja, belum sampai satu tahun saya mengajar disini, sudah ada enam anak yang berhenti dari pondok dengan alasan yang beragam. Sekali lagi saya katakan, bukan karena biaya. Pondok tempat saya mengajar sengaja menggratiskan biaya pendidikan, agar anak-anak di kampung ini mendapatkan bekal pendidikan agama. Kurangnya motivasi, khusunya dari orang tua mereka itu penyebabnya. Tak ada paksaan untuk bersekolah, berhenti sekolah sudah dianggap biasa, malah sudah bisa di ajak untuk ke ladang dan dapat membantu orang tua. Saya tak bisa bayangkan jika generasi muda Indonesia putus sekolah dan hanya hidp untuk diri dan keluarga. Sementara anak-anak adalah harapan Indonesia, sebagai wujud peran generasi muda dalam memajukan Indonesia 

Pernah saya tanya ke para santri tentang latarbelakang pendidikan orang tua mereka. Sebagian besar orang tua mereka tidak tamat sekolah. Makanya setiap mengajar, selalu saya tekankan kepada mereka akan pentingnya menuntut Ilmu. Selalu saya motivasi mereka untuk mencapai cita-cita setinggi –tingginya, menjadi orang yang bermanfaat untuk agama dan negara, khusunya bisa membangun kampung dan menjadi contoh buat generasi se lanjutnya. 
Gambar : koleksi pribadi

Gambar diatas adalah salah satu tulisan santri ketika saya meminta mereka untuk menuliskan cita-cita mereka. Setiap kelas selalu saya motivasi mereka untuk semangat belajar dan jangan putus sekolah.

Ah, jika seandainya saya menjadi pemimpin dan akan saya lakukan untuk Indonesia :
Saya ingin sekali memajukan pendidikan anak-anak negeri, khususnya anak-anak di daerah tertinggal dan terpelosok agar bisa menikmati pendidikan layaknya anak-anak  perkotaan
Gambar : pixabay


Dengan cara : 
Pertama : mendatangkan guru-guru yang berkualitas untuk mendidik pelajar-pejalar khusunya didaerah terisolir. 
Gambar : pixabay


Kedua : menghadirkam tim trainer motivasi untuk anak-anak di kampung akan pentingnya menuntut ilmu. 
Gambar : pixabay


Ketiga : memberikan  beasiswa pendidikan untuk anak berprestasi agar bisa melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi. 
Gambar : pixabay


Keempat : membuat pusat kegiatan belajar masyarakat serta mengadakan pelatihan- pelatihan skill untuk para pemuda.
Gambar : pixabay


Anak-anak disini bukan enggan untuk bersekolah, hanya saja pemahaman mereka yang belum sampai tentang pentingnya pendidikan dan menuntut ilmu. Mengajar di daerah pelosok adalah pilihan saya sebagai bentuk pengabdian yang saya lakukan untuk Indonesia. Semoga kita semua adalah insan-insan yang senantiasa berjuang untuk memajukan pendidikan di Indonesia

#Kabarhutan
 \#Golonganhutan 
#GolHutXBPN 
#BlogCompetitionSeries



You May Also Like

5 komentar

  1. Assalamualaikum Uni...Udah lama engga denger beritanya. Sedih juga ya kalau mindset anak-anak masih seperti itu. Ngapain sekolah?...Semoga ya perjuangan Uni berbuah baik dan menggembirakan. Perlu perjuangan dari seluruh masyarakat ya...

    ReplyDelete
  2. MasyaAllah, akhirnya tahu kabar mbak Ayu. Semoga selalu dimudahkan ya mbak di sana. Salut, Mulia sekali mbak Ayu menjadi guru di sana.

    ReplyDelete
  3. Barokallah Uni, semoga Uni diberi kemudahan dan kelancaran dalam melaksanakan amanah yang mulia ini. Sedih dan terharu mendengarnya semangat Uni, malu saya yang masih banyak mengeluh mengajar di perkotaan, ceritanya sungguh menginspirasi...

    ReplyDelete
  4. Subhanallah, kisah yang bagus sekali cikgu Ayu. Semoga menjadi Asbabun Hidayah bagi kita semua. Aamiin Yaa Rabbal 'Alamiin. .

    ReplyDelete
  5. Mashaallah mb,luar biasa perjuanganmu ini sampai ke pelosok negeri berbagi ilmu. Titip doa untukmu, semoga tercapai apa yang dihajatkan, amien.

    ReplyDelete

Terima Kasih Atas Kunjungannya