Lima Kali Melahirkan Secara Ceasar ? Mau Tahu Rasanya (part 3)

by - April 28, 2022


 

Inilah pengalaman saya melahirkan anak kelima pada tanggal 19 Oktober 2021

                Awal bulan Maret 2021 haid tidak datang, saya tunggu sehari, dua hari juga tak kunjung datang. Seingat saya terakhir datang bulan itu pada tanggal 3 Februari 2021. Badan rasanya nggak enak, malas saja bawaannya plus pusing dan mual “apa saya hamil ?” ucap saya membathin, “tapi rasanya nggak mungkin, kan sudah steril”  bathin saya kembali berargumen. Sebagai perempuan yang berkali-kali hamil tentu saya punya firasat dan hati kecil saya membenarkan jika saya mungkin hamil, sebab apa yang dirasa badan saat itu sama dengan awal-awal kondisi kehamilan yang sudah-sudah. Kemudian saya memberanikan diri ke bidan letaknya di Ladang kongsi, kampung sebelah. Saat itu posisi saya sudah tinggal di Sumatera Barat, tepatnya di Kabupaten Solok Selatan.

                Selama perjalanan, saya bawa motor ketempat bidan, pikiran saya berkecamuk, “seandainya saya hamil, bagaimana ?, apalagi saat ini saya tinggal di kampung, nggak ada sinyal lagi, mau ke kota Kabupaten itu jaraknya 30 km, dengan kondisi kehamilan kelima tentu kontrolnya harus kedokter” hal-hal seperti itu yang menari dipikiran saya. Sampai di tempat bidan langsung beli testpack. Bu Bidan menawarkan untuk testpack saat itu juga, namun saya bilang, besok pagi saja bu bidan. Yap, testpack dengan urine dipagi hari kan hasilnya lebih akurat.

                Keesokan harinya sebelum wudhu untuk sholat subuh, saya test dan hasilnya garis dua alias positif. Nelangsa perasaan saya waktu itu, ya Allah ini bagaimana ? saya sudah steril  dua tahun lalu tapi ngapa bisa hamil lagi, ucap saya terus membathin. Ada rasa senang juga dihati kecil saya karena hamil dan punya anak lagi. Tapi melihat kondisi dan riwayat persalinan saya, itu yang selalu membuat saya khawatir. Dan saya kembali ke tempat bidan tersebut, beliau menghitung HPHT dan mengatakan jika usia kehamilan saya sudah masuk lima minggu. Bu bidan juga bilang, jika kesalahan pada saat steril atau dokternya lupa rasanya tidak mungkin, karena jarak dengan anak ke empat sudah hampir tiga tahun. Ada banyak kemungkinan dan pastinya adalah semua atas kuasa Allah swt kun fayakun. Selain memberikan saya buku pink adalah buku KIA (kesehatan Ibu dan Anak), Bu Bidan juga merekomendasikan dokter kandungan di Muaralabuh.

                Seminggu setelah dari bidan, ditemani suami saya pergi ke Muaralabuh untuk bertemu dengan dokter spesialis kandungan. Di Kota itu jadwal praktek dokter kandungan hanya sore dan malam hari. Dengan mengendarai motor, kami menempuh perjalanan sejauh 30 km menuju kota Muaralabuh. Alhamdulilah saat mendaftar antrian, malam itu dokter masih  ada operasi hingga jam 11 malam saya baru bertemu dokter. Dokter Ade Aulia SpOG tempat saya konsul pertama, beliau tidak kaget atau menakut – nakuti, seperti beberapa dokter yang saya temui di Tanjungpinang. Beliau juga bilang, sudah rezeki dari Allah. Ketika di USG kantung janinnya belum nampak, dan menyarankan untuk konsul kembali dua minggu lagi. Sebab kemungkinan bisa hamil diluar kandungan. Kami pulang kerumah melewati jalan yang rusak, dan nggak kebayang sebelah kanan bukit (hutan) sebelah kirinya sungai dan kami tiba dirumah jam 1 malam.

                Dua minggu setelah itu, saya kembali konsul dan tabarakallah posisi janin didalam kandungan, beliau tidak bisa memberi penjelasan banyak penyebab bisa hamil sebab bukan beliau yang menangani proses persalinan keempat. Kemungkinannya adalah saluran tuba yang dipotong menyatu kembali seperti orang yang patah tulang, dimana tulangnya menyatu kembali.  Dokter juga mengatakatan untuk proses melahirkan tidak bisa di Muaralabuh, dan harus dirujuk ke kota Padang, sebab di kabupaten Solok Selatan hanya ada satu rumah sakit dan peralatannya juga belum lengkap, diantaranya NICU untuk bayi yang belum ada.

                Memasuki usia kandungan 28 minggu, saya pindah sementara ke kota Padang sabagai persiapan persalinan. Sengaja saya memilih lebih cepat pergi ke Padang, disamping kehamilan yang semakin membesar, sangat riskan jika terjadi pendarahan atau emergency. Saya tinggal di kampung, nggak ada sinyal seluler, nggak ada mobil juga, dan jarak yang jauh ke kota Muaralabuh. Sering banget ibu hamil di kampung ini, jika melahirkan perlu penanganan dokter selalu dirujuk ke Padang ataupun ke Kota Solok. Nggak kebayang, sedang hamil besar menaiki ambulance dengan rute solok selatan – Padang yang jalannya kayak rolercoster.

                Konsul pertama di Kota Padang di RS. Siti Hawa dengan dokter Helga SpOG. Dokternya masih muda, menghadapi pasiennya tetap dengan bahasa minang J. Setelah tahu riwayat persalinan saya yang sudah 4 kali ceasar, beliau oke-oke saja. Sesuai saran etek adik ayah, untuk mencari second opinion saya juga konsul ke RSIA Mutiara Bunda di Ulak Karang dan bertemu dengan Dokter Kurnia Sari Saiful SpOG. Beliaulah yang membantu persalinan kelima. Dokter Kurnia banyak memberi penjelasan dan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada persalinan nantinya. Seperti seharusnya dengan riwayat persalinan saya, harus melahirkan di Rumah Sakit besar, saran beliau di RS. M. Jamil atau RS. Ibnu Sina dimana disana ada banyak dokter, stok darah dan ruang ICU jika terjadi pendarahan. Dan, yang paling di khawatirkan adalah jika terjadi pelengketan organ, itu yang nantinya akan menyebabkan perndarahan dan perlu ditangani oleh dokter bedah. Tapi jika memilih disini, katanya lagi bisa saja kebetulan suami dokter Kurnia adalah dokter bedah dan akan stanby bila di butuhkan. Lanjutnya lagi, apapun keputusan saya nantinya, tetap harus banyak berdoa dan sholat istikharah begitu saran dari dokter Kurnia.

                Setelah sholat istikharah, pilihan saya tetap melahirkan di Rumah Sakit Ibu dan Anak Mutiara Bunda dengan alasan saat itu masih pandemi covid dan sangat risakan melahirkan di RS Besar. Pikir saya lagi, disamping itu dokter juga mengharuskan saya untuk menyediakan stok empat kantong darah dan karena saya sudah merasa tidak nyaman, persalinan saya maju 4 minggu dari HPL. Di usia kandungan 37 minggu, sebelum jadwal operasi saya dirawat dua hari untuk transfusi darah karena Hb saya rendan dan suntik pematangan paru janin terlebih dahulu. Agar ketika lahir bayi tidak dimasukkan keruangan NICU.

                Sebelum operasi, usg dulu dan alhamdulilah posisi plasenta sudah di atas. Barakallah pada tanggal 19 Oktober 2021 jam 13.00 wib, masuk ke ruang operasi, setengan jam setelah itu bayi perempuan anak kelima kami lahir dengan berat 3200 gram dan panjang 52 cm. Alhamdullah tidak ada pelengketan organ dan tidak ada pendarahan, jadi hanya tiga kantong darah yang terpakai, dua kantong sebelum melahirkan dan satunya lagi setelah melahirkan.

                Alhamdulillah kondisi saya saat ini sehat dan bayi Fatimah udah berumur 6 bulan. Saya sudah kembali beraktivitas mengajar, dan sudah bisa membawa motor, sesekali mengantar dan menjemput anak-anak dari sekolah. Ala kulli hal, semua yang terjadi pada kehidupan saya adalah karunia dari Allah Subhanahu wata’ala

You May Also Like

0 komentar

Terima Kasih Atas Kunjungannya